"Work on a good piece of writing proceeds on three levels: a musical one,
where it is composed; an architectural one, where it is constructed;
and finally, a textile one, where it is woven.”
- Walter Benjamin
Sabtu yang dinantikan tiba juga,
dan kegiatan nulis bareng sobat kecil di SDN IV Sungguminasa pun
berlanjut.
Setiap kali melihat mereka, memori
tentang masa kecilku dulu pun bermunculan. Anak-anak seumuran mereka masih sangat
ceria dan aktif. Saya jadi teringat ketika duduk di kelas IV sekolah dasar,
saya dan teman-teman selalu bersemangat ke sekolah. Bukan hanya karena ingin
belajar, tapi kami bahagia bisa bertemu banyak teman dan bermain bersama. Sama
halnya dengan sobat kecil kami di SDN Sungguminasa, mereka punya semangat yang
luar biasa untuk belajar dan bermain bersama kami.
Hari ini, Alhamdulillah kami
mendapat tambahan relawan. Kami berbagi
tugas untuk membimbing anak-anak menulis. Beberapa murid terlihat bersemangat
menunjukkan tulisannya kepada kami. Tulisan mereka sudah lumayan rapi daripada
sebelumnya. Dan yang terpenting, beberapa dari mereka sudah paham dengan
penggunaan huruf besar dan huruf kecil. Akan tetapi, tak sedikit murid yang
enggan menunjukkan tulisannya dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan lupa
membawa buku dan juga lupa mengerjakan PR.
Selain itu, ada juga murid yang mengaku
kesulitan menuangkan cerita ke dalam kata-kata. Ia mengaku kebingungan
ketika ingin memulai menulis tentang “Baju Kesayangan”. Katanya bingung mau
memulainya darimana. Saya pun akhirnya menyadari bahwa sesungguhnya kesulitan
yang dihadapi oleh anak ini sama dengan kesulitan yang biasa saya hadapi ketika
membuat sebuah essay. Dan solusi yang biasa saya terapkan adalah membuat
outline atau mind-map untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan mengenai topik
yang akan ditulis. Saya pun meminta murid tersebut untuk menuliskan beberapa
point yang berkaitan dengan baju kesayangannya, misalnya warna baju, jenis baju
(kaos, terusan,dll), alasan menyukai baju tersebut, orang yang memberikan baju
tersebut, dan seterusnya. Setelah membuat daftar point tersebut, anak tersebut
akhirnya bisa mulai menuliskan tentang baju kesayangannya. Walaupun masih sangat
sederhana, setidaknya dia bisa memulainya sedikit demi sedikit. Menulis bukanlah hal yang mudah dan instant, tapi butuh proses yang panjang. Mulai dari mengumpulkan ide dan informasi, memilih kata atau diksi yang tepat, hingga merangkai kata-kata tersebut menjadi satu tulisan yang bermakna.
DI sisi lain, hal tersulit yang kami hadapi
hari ini adalah mengatur murid-murid agar tetap fokus dengan kegiatan
menulis. Ketika relawan sibuk mengoreksi tulisan dan membimbing beberapa murid,
murid-murid yang lain malah asyik bermain dan membuat keributan di kelas. Yang
paling sulit untuk diatur adalah beberapa murid laki-laki yang memang sering
membuat keributan di kelas. Untuk mendapatkan kembali perhatian mereka, Salah
seorang relawan (Dilla) berinisiatif untuk memainkan sebuah game bersama
murid-murid tersebut, tetapi tetap saja kami kewalahan. Mungkin karena jumlah
relawan yang tidak sebanding dengan jumlah murid, kami jadi kesulitan mengatur
semua murid di kelas itu.
Walaupun begitu, kami sangat
senang karena beberapa murid menunjukkan progress yang berarti minggu ini. Saya
yakin jika terus dibimbing, pengetahuan mereka tentang tulis-menulis akan
semakin bertambah dan akhirnya nanti bisa membawa mereka menjadi penulis yang
hebat. Memang segalanya butuh proses dan waktu yang tidak sebentar, tetapi
dengan ikut serta turun tangan membimbing mereka, harapan untuk menciptakan
generasi penulis yang hebat pun akan selalu ada.
Sebagai salah seorang relawan
yang membimbing mereka menulis, saya bukanlah penulis yang hebat, bahkan belum
bisa dikatakan penulis. Tapi bukankah melihat mereka jadi penulis hebat suatu
hari nanti jauh lebih berarti?